
Sejak kecil kulitku memang gelap, berbeda dengan sepupu-sepupuku yang lain, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, karena itu aku sering minder, meskipun sepupu-sepupuku tidak pernah mengejekku. Justru aku mendapat perlakuan bullying ketika SD hingga SMP, aku sering diejek lutung, (maaf) negro, Olive Oil (pacar Popeye di film kartun Popeye) karena disamping berkulit gelap, tubuhku juga tinggi kurus persis tiang listrik. Bullying itu aku terima sampai lulus SMP, dan hal itu membentuk karakterku menjadi pendiam, tidak percaya diri, dan merasa paling jelek sedunia. Saat masuk SMK, yang kebanyakan dihuni oleh para perempuan, justru aku semakin minder, karena teman-temanku begitu dewasa dengan dada yang menyembul dan tubuh yang bak gitar Spanyol, sedangkan dadaku menyerupai bata, rata dengan tubuh yang masih kurus dan kulit yang bertambah gelap, aku tetap saja buruk rupa. Apalagi ketika teman-temanku memiliki pacar, aku sudah menyadarkan diriku sendiri bahwa tidak akan ada laki-laki yang mau pacaran dengan gadis jelek sepertiku, maka aku tidak boleh bermimpi. Untuk menghibur diri sendiri, aku menyibukkan diri di perpustakaan sekolah yang jarang sekali dikunjungi para siswa, untuk membaca majalah sastra Horison kesukaanku. Dunia remaja seolah-olah tertutup untuk diriku, aku melewati masa-masa remaja yang kata orang indah itu dengan mengunci diri dari yang lain, dan disibukkan dengan belajar dan membaca buku. Membaca ternyata memberikanku kebahagiaan yang tidak aku dapatkan dari manapun dan dari siapapun, bahkan aku tidak mendapatkan kebahagiaan dari orang tuaku sendiri. Orang tuaku terlalu disibukkan dengan masalah ekonomi yang tidak pernah mengalami kemajuan, aku pun sebenarnya terpaksa sekolah di sekolah swasta, karena jarak sekolah dan rumah lumayan dekat dan bisa dilalui dengan berjalan kaki dan itu sangat membantu, agar uang jajanku sama dengan uang jajan yang aku terima saat aku masih SMP, dua ribu lima ratus rupiah kadang-kadang aku tidak pernah dikasih uang jajan sama sekali, dan aku tidak protes. Aku tetap melanjutkan sekolah dengan gembira, karena belajar membuatku bahagia. Meskipun sebenarnya aku bisa diterima di SMA Negeri, tapi sudahlah, aku terima saja takdirku dengan lapang dada. Setelah lulus SMK, aku tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, karena aku sudah tahu kondisi ekonomi orang tuaku yang semakin mengalami kemunduran, maka berbekal ijazah SMK aku melamar kerja ke toko-toko di daerahku, dan kebetulan aku diterima kerja di salah satu toko buku di kotaku yang jam kerjanya sampai 12 jam. Aku pikir di dunia kerja aku tidak akan mengalami bullying lagi, tapi justru sebaliknya, aku merupakan korban bullying paling empuk. Aku sering dimarahi bukan oleh atasan, melainkan oleh sesama karyawan, bahkan yang lebih parah, aku sering disebut Anjing dan kata-kata kasar lainnya. Tapi aku bertahan, semua itu aku lakukan untuk cita-cita mulia, melanjutkan kuliah, tapi lagi-lagi Alloh tidak berkehendak.
 |
aku meyakinkan diriku sendiri, bahwa kecantikan fisik akan tergerus oleh waktu |
Ketika aku mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk melanjutkan kuliah, rupiah itu tak pernah terkumpul karena bersinggungan dengan biaya hidup. Jadilah cita-cita itu aku kubur sedalam-dalamnya, aku menganggap bahwa aku tidak memiliki cita-cita, jika kalian tahu, betapa sakit hatiku terlepas dari cita-cita yang kuidam-idamkan sejak dulu, seperti terlepasnya ruh dalam ragaku. Lalu aku kembali membaca buku apapun, supaya aku tidak larut dalam kesedihan yang mendalam. Ketika aku sudah mengalami puncak kesedihan, aku memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku di toko buku, lalu mencari pekerjaan yang lebih membuatku bahagia, tapi sayangnya aku tidak mendapatkan kebahagiaan dari manapun, aku tetap saja bertemu dengan orang-orang yang bermulut kasar dan menghina. Aku sudah memutuskan, aku tidak mau dihina lagi, aku sudah tidak mau mendengar kata-kata kasar lagi dari siapapun dari manapun! Ketika aku berjalan beriringan dengan sepupu perempuanku yang kecantikannya melebihi Isyana Sarasvati, aku serasa tiada, bahkan bayang-bayang sepupuku jauh lebih beruntung dibandingkan aku yang berada disampingnya. Sempat terbersit di pikiranku untuk operasi plastik, tapi dengan cepat aku urungkan, karena itu mustahil, karena di samping biayanya yang melangit aku masih takut kepada Tuhanku. Maka aku mencoba berbagai produk pemutih yang direkomendasikan oleh temanku untuk sekedar memutihkan wajah yang gelap dan kulit tidak merata alias belang. Ketika temanku berhasil, wajahku malah tidak menampakkan hasilnya sama sekali, wajahku tetap gelap, mungkin karena kulitku tebal jadi pemutih wajahpun tidak dapat menembus wajah gelapku. Maka aku putuskan, aku tidak akan menggunakan apapun, hanya produk kecantikan yang membuatku cocok yang aku gunakan. Aku sadar, kecantikan fisik tidak akan membuatku bahagia, aku hanya akan menjadi seseorang yang bukan diriku sendiri. Kini aku hanya akan menggali kecantikan hati yang aku miliki, ketika kecantikan hati terpancar, maka itulah kecantikan yang sesungguhnya.
Salam
-zieh